Faktor-faktor Penghambat Integrasi - Faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat integrasi, di antaranya sebagai berikut.
Penghambat Integrasi |
- Suku bangsa yang beragam. Pengetahuan seseorang tentang masyarakat dan kebudayaan di Indonesia biasanya terpaku pada batasan administrasi yang lebih menekankan ke seragaman "kedaerahan." Masyarakat dan kebudayaan Nanggroe Aceh Darusalam, misalnya, selalu muncul sebagai bauran kebudayaan suku bangsa yang tidak memiliki identitas kesukubangsaan aslinya. Padahal, provinsi ini dihuni oleh sejumlah suku bangsa yang masing-masing memiliki identitas masyarakat dan kebudayaan yang mandiri, seperti suku bangsa Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamek, Simeuleu, Kluet, dan suku bangsa minoritas yang disebut orang Gumbak Cadek. Daerah Sumatra Selatan sebagai contoh yang lain, bukan hanya orang Palembang, melainkan juga dihuni oleh sekitar 30 suku bangsa.
Provinsi Jawa Timur tidak seluruhnya dihuni oleh suku bangsa Jawa, tetapi juga oleh suku bangsa Madura, Tengger, dan Osing. Aneka suku bangsa yang beragam ini telah dimanfaat kan pihak asing pada zaman dahulu untuk melemahkan kesatuan dan persatuan bangsa.
- Lingkungan yang sangat beragam. Kebudayaan merupakan hasil adapatasi manusia dengan lingkungannya. Lingkungan alam yang berbeda menyebabkan orientasi dan model pemanfaatan lingkungan alam yang tidak sama pada setiap kebudayaan. Masyarakat kota, menghendaki perluasan wilayah guna memperkuat sektor industri. Di lain pihak para petani merasa terancam akan kehilangan sumber penghidupannya.
Hal ini terjadi juga pada kasus pembangunan daerah pegunungan untuk kawasan wisata, pemekaran wilayah kota,ataupun perambahan hutan. Setiap kelompok manusia dari dua budaya yang berbeda cenderung memiliki persepsi yang berbeda mengenai pemanfaatan sumber daya alam sehingga rawan menimbulkan konflik.
- Perbedaan latar belakang sejarah. Setiap suku bangsa memiliki latar sejarah yang berbeda. Mereka merasa bangga terhadap nenek-moyang mereka, memiliki tokoh yang dihormati yang berbeda, juga menafsirkan peristiwa sejarah dari perspektif yang kadang berlawanan. Seperti kisah Nyi Ratu Kidul versus Nyai Roro Kidul, sebutan yang pertama dipercaya oleh suku Sunda, suku Sunda menganggap bahwa Nyi Ratu Kidul merupakan anak dari permaisuri Kerajaan Pajajaran.
Hal demikian berbeda dalam pemahaman orang Jawa, yang meyakini Nyi Roro Kidul adalah permaisuri raja-raja Jawa secara turun-temurun. Setiap suku bangsa mempunyaiidentitas sejarah tersendiri yang seringkali tampak berbeda dengan penafsiran dari budaya lain. Jika tidak ada kesepahaman di antara sesama warga, bukan tidak mungkin latar belakang sejarah ini dapat dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab guna memecah belah bangsa
- Perbedaan dalam unsur-unsur budaya, seperti ekonomi, sosial, dan politik. Keanekaragaman suku bangsa dilatarbelakangi oleh perbedaan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan kemampuan mengakses informasi. Hal ini menimbulkan terjadinya kesenjangan dalam berbagai bidang. Misalnya, dalam bidang politik, terdapat model kesatuan adat setempat yang hanya diketuai oleh tetua adat, pada tingkatan yang lebih mapan, terdapat banyak kerajaan yang menyebar di seluruh Nusantara, tetapi pada tingkatan yang paling tinggi orang mengenal organisasi kompleks yang disebut negara.
Dalam bidang ekonomi, masyarakat Indonesia memiliki rentang mata pencarian dari yang paling sederhana, yakni berburu dan mengumpulkan makanan sampai berbagai spesialisasi professional seperti dokter, ilmuwan, politisi, termasuk Antropolog. Hal ini dapat menyebab kan per bedaan kepentingan dan orientasi sehingga peluang terjadinya disintegrasi tetap terbuka.
Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong integrasi, di antaranya sebagai berikut.
- Mau menerima perbedaan dan melihatnya sebagai bagian dari kebudayaan nasional. Keragaman masyarakat dan kebudayaan di daerah-daerah perlu diangkat dan diketengahkan untuk memperjelas seberapa jauh kemajemukan masyarakat Indonesia dan menambah saling pengertian antara sesama bangsa Indonesia sehingga mempermudah integrasi nasional, serta membantu tugas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sekaligus berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang manusia dan kebudayaan Indonesia. Aksi nyata mengenai hal itu dapat berupa pementasan kesenian bersama yang menampilkan aneka kesenian dari berbagai suku bangsa dan daerah. Pada konteks ilmu pengetahuan dapat dilakukan dialog bersama, lokakarya, atau rembug nasional dengan partisipasi peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
- Sikap ramah tamah dan gotong royong, kedua sikap itu telah menjadi ciri khas pariwisata Indonesia. Karena itulah, sikap ini harus menjadi bagian dari indentitas setiap warga bangsa. Pribadi yang ramah, santun, dan tak sungkan memberi bantuan akan dihormati di segala tempat. Tidak saja oleh masyarakat perdesaan, pada masyarakat yang kompleks pun sikap ramah dan santun menjadi tuntutan budaya identitas di kalangan profesional dalam menekuni bisnisnya.
- Sikap toleransi dan empati, terhadap keragaman budaya yang ada di Indonesia. Toleransi berarti membebaskan hak setiap kebudayaan lokal untuk berkembang menjadi budaya nasional. Adapun empati bermakna orang merasa terlibat untuk turut memajukan budaya lokal demi memperkaya khasanah budaya nasional.
- Mau mencari unsur-unsur budaya yang mengandung kesamaan yang diterima secara umum, seperti Pancasila, UUD 1945, Sumpah Pemuda 28 Oktober, dan bahasa Indonesia. Berbekal sikap toleransi dan empati diharapkan orang dapat menemukan kesamaan dari berbagai unsur-unsur budaya daerah yang dapat menjadi identitas bersama sebagai bangsa Indonesia. Misalnya,cerita rakyat Malin Kundang dari Sumatra yang menyiratkan pesan berbakti kepada orangtua atau cerita Sangkuriang dari Sunda, tentang larangan incest (kawin dengan saudara sedarah), dan sebagainya.
Di perdesaan, dapat ditemukan sikap ramah dan gotong royong dalam pembangunan rumah warga. Pembangunan tersebut dilakukan bersama-sama dan dalam pengerjaannya selalu disertai dengan sikap ramah. Oleh karena itu, pembangunan rumah pun dapat terlaksana dengan tidak memakan waktu dan biaya yang besar.
Dari gambaran tersebut, dapat diketahui bagaimana sikap gotong royong dan ramah tamah dapat menjadi faktor integrasi bagi masyarakat di negara Indonesia. Hal tersebut karena dengan gotong royong, berarti manusia tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh sistem sosial dari komunitas.
Labels:
antropologi
Thanks for reading Faktor-faktor Penghambat Integrasi. Please share...!
0 Komentar untuk "Faktor-faktor Penghambat Integrasi"